Selasa, 15 Februari 2011

Lokalisasi Judi Versus Norma dan Pragmatisme Sebuah Bangsa

Dalam hal Usul tentang  lokalisasi judi harus banyak memperhatikan segala norma-norma yang hidup dan berlaku dalam masyarakat, jelas secara norma agama, Judi adalah perbuatan  yang  bertentangan dengan ajaran yang bersumber dari Tuhan.  Jika dari Norma Sosial kita bisa lihat judi adalah perbuatan yang bertentangan dengan kebiasaan umum yang ada dalam masyarakat dan kesepakatan-kesepakatan sosial yang terjadi dalam masyarakat selama ini. Jadi jelas bahwa judi itu sendiri bertentangan dengan Tata Kelakuan yang mencerminkan kita sebagai Masyarakat Yang Beragama yang dengan sadar dan jelas bisa membedakan yang benar dan salah.
Jika Judi hanya diarahkan atau diperbolehkan hanya pada segelintir orang yang kaya , menurut saya kurang tepat dan perbuatan yang tidak bertanggung jawab, karena setiap ada perbuatan yang dilegalkan secara hukum, maka tidak ada dikotomi dalam hal keberlakuan terhadap subjek hukum. antara si kaya dan si miskin, semua  orang bisa datang dan melakukan mengakses, tanpa melihat lagi apakah dari masyarakat tidak mampu atau miskin, pemuda, mahasiswa,dll. Yang dilihat adalah orang yang membawa Duit cukup banyak untuk mengeluarkan Uang pada hari itu untuk bermain Judi. Tentunya siapa saja  dengan berbagai cara bisa berkamuflase dan berubah seketika untuk menjadi        “si kaya” dalam beberapa hari, untuk bisa ikut dalam aktivitas judi tersebut, yang notabene tentu saja bisa membuka potensi untuk mencari uang tersebut dengan cara yang melawan hukum alias menghalalkan berbagai macam cara, disini terjadi potensi untuk meningkatkan orang untuk melakukan tindak pidana pencurian dan korupsi. Jadi menurut penulis pendapat seorang  Kriminolog UI,  tentang lokalisasi judi tidak akan berdampak banyak bagi masyarakat kalangan bawah adalah tidak benar dan sangat terburu-buru (jump to conclusion), mengingat penjelasan penulis diatas dan banyak faktror dan variable dalam masyarakat kita yang tidak bisa disamakan dengan Los Angels.
 Bangsa kita sesungguhnya membutuhkam masyarakat yang lebih produktif, kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas, kalo Jepang bisa bangkit setelah perang Dunia ke 2 bukan karena mikirin Lokalisir perjudian guna mengharap ada tambahan pemasukan bagi Negara, melainkan dengan membangun dan merubah mindset berpfikir masyarakat jepang yang harus mempunyai etos kerja dan semangat kerja keras dan kerja cerdas. Jadi tidak pragmatis dan malas berfikir, dalam mengambil langkah lokalisir Perjudian dijadikan alasan untuk menambah devisa Negara. Banyak Potensi Sumber daya alam Indonesia yang masih bisa digarap dan belum optimal, sebagaimana yang dikatakan oleh Mensos Salim Segaf Al Jufri, pengawasan pada Illegal Logging dan Illegal Fishing juga akan signifikan jika diseriusi, maka banyak dana Negara yang akan terselamatkan dan bisa digunakan untuk keperluan masyarakat. Dengan adanya lokalisir judi justru malah membuat kita mejadi bangsa yang malas berusaha dan bertarung dalam dunia usaha.
Judi bagi Negara berkembang adalah momok yang mungkin bisa sangat menakutkan mengingat data dari BPS  mengenai angka pengangguran berada dikisaran 10% sedangkan angka Kemiskinan, Tidak Banyak Berubah dari tahun 2009 yakni 14,15 persen. Dengan angka seperti ini seharusnya menjadi renungan bagi kita, bahwa bagaimana menciptakan penyerapan angkatan kerja yang optimal, angka  pertumbuhan  7,3 %  saja baru mampu mengurangi angka pengangguran yang ada, sedangkan target pertumbuhan pemerintah sekarang hanya 5,5 persen. Dengan adanya lokalisir judi ini malah mejadi kontraproduktif dengan semangat untuk menciptakan lowongan pekerjaan yang baru, malah malah pemerintah menyediakan harapan kosong bagi para penganggur untuk bisa kaya dadakan atau miskin dadakan. 
 
Riki Martim,S.H.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar